Sidang Strategis DPR dan TNI Pasca Gelombang Demonstrasi: Menakar Stabilitas dan Reformasi – Dalam beberapa pekan terakhir, kompleks parlemen Indonesia menjadi pusat perhatian nasional. Aksi demonstrasi yang berlangsung sejak 25 Agustus 2025 mengguncang stabilitas politik, memunculkan gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat. Tuntutan yang dilayangkan pun beragam, mulai dari penghapusan tunjangan fantastis anggota DPR hingga penolakan sistem outsourcing dan upah murah.
Kericuhan yang terjadi pada 28 hingga 30 Agustus memuncak ketika massa dari berbagai kelompok menyatu di depan gedung DPR, menyebabkan bentrokan dengan aparat keamanan. Presiden Prabowo Subianto pun turun tangan, menyerukan tindakan tegas terhadap aksi yang dinilai telah melampaui batas konstitusional.
Di tengah situasi yang memanas, DPR RI kembali menggelar rapat kerja bersama TNI pada 1 September 2025. Pertemuan ini menjadi sorotan karena berlangsung setelah serangkaian demonstrasi besar-besaran yang mengguncang ibu kota.
Baca Juga : muaratelangpakem.com
Fokus Rapat DPR dan TNI: Menjawab Tantangan Pasca Unjuk Rasa
Rapat kerja Komisi I DPR RI dengan jajaran TNI difokuskan pada pembahasan siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, menegaskan bahwa mekanisme anggaran harus tetap berjalan sesuai siklus, meski situasi politik sedang tidak stabil.
Beberapa anggota Komisi I yang hadir antara lain Dave Laksono, Sukamta, TB Hasanuddin, Gavriel Novanto, dan Andina Theresia Narang. Mereka menyampaikan komitmen untuk menjaga kesinambungan fungsi legislatif dan memastikan bahwa TNI tetap mendapatkan dukungan anggaran yang memadai untuk menjaga keamanan nasional.
Dampak Demonstrasi terhadap Stabilitas Politik
Gelombang demonstrasi yang terjadi bukan hanya berdampak pada citra DPR, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar tentang legitimasi kebijakan yang selama ini dijalankan. Tuntutan penghapusan tunjangan DPR menjadi simbol ketidakpuasan publik terhadap elite politik. Di sisi lain, tuntutan buruh mengenai sistem outsourcing dan upah minimum mencerminkan ketimpangan ekonomi yang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah.
Kericuhan yang terjadi menyebabkan korban jiwa dan luka-luka. Salah satu insiden paling tragis adalah tewasnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang dilindas kendaraan taktis Brimob saat sedang mengantar pesanan. Peristiwa ini memicu kemarahan publik dan memperkuat narasi bahwa aparat belum sepenuhnya mampu mengelola demonstrasi secara humanis.
Peran TNI dalam Menjaga Keamanan Nasional
Dalam rapat tersebut, TNI menyampaikan evaluasi terhadap peran mereka dalam menjaga stabilitas selama masa demonstrasi. Panglima TNI menekankan pentingnya sinergi antara militer dan sipil dalam menghadapi ancaman terhadap ketertiban umum. TNI juga menyampaikan kesiapan mereka untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam menjaga sumber daya strategis dan mencegah potensi makar.
Presiden Prabowo sebelumnya telah meminta TNI untuk mengamankan sumber daya alam yang dikelola secara tidak sesuai dengan undang-undang. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah mulai mengarahkan fokus keamanan tidak hanya pada ancaman fisik, tetapi juga pada pengelolaan ekonomi nasional.
Agenda Legislasi DPR: Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
Selain rapat dengan TNI, DPR juga mengagendakan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). RUU ini menjadi bagian dari upaya legislatif untuk merespons tuntutan publik terkait perlindungan tenaga kerja informal yang selama ini kurang mendapat perhatian.
Rapat Badan Legislasi DPR RI dijadwalkan untuk membahas pasal-pasal krusial dalam RUU PPRT, termasuk hak cuti, jaminan sosial, dan perlindungan dari kekerasan. Langkah ini dinilai sebagai respons positif terhadap tekanan publik yang menginginkan reformasi sosial secara menyeluruh.
Respons Publik dan Koalisi Sipil
Koalisi sipil dan organisasi masyarakat sipil menyambut baik langkah DPR untuk kembali aktif setelah gelombang demonstrasi. Namun, mereka tetap menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan yang diambil. YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) masih mendata jumlah korban dan orang yang ditangkap selama demonstrasi berlangsung.
Beberapa tokoh masyarakat menyebut bahwa demonstrasi ini adalah akumulasi kemarahan rakyat yang telah lama terpendam. Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden RI, menyatakan bahwa pemerintah harus lebih peka terhadap aspirasi masyarakat dan tidak hanya mengandalkan pendekatan keamanan.
Analisis Politik: DPR di Persimpangan Jalan
Kembalinya DPR ke meja rapat pasca demonstrasi menunjukkan bahwa lembaga legislatif masih berusaha mempertahankan fungsinya di tengah tekanan publik. Namun, tantangan besar menanti. Legitimasi DPR sedang diuji, dan hanya dengan reformasi nyata mereka bisa mengembalikan kepercayaan rakyat.
Rapat dengan TNI menjadi simbol bahwa DPR tidak bisa bekerja sendiri. Sinergi dengan lembaga lain, termasuk militer, diperlukan untuk menjaga stabilitas nasional. Namun, sinergi ini harus tetap dalam koridor demokrasi dan tidak mengarah pada militerisasi kebijakan sipil.
Catatan Kritis: Tuntutan Reformasi dan Moral Politik
Tuntutan penghapusan tunjangan DPR bukan sekadar soal anggaran, tetapi menyangkut moral politik. Publik menilai bahwa di tengah kesulitan ekonomi, elite politik tidak seharusnya menikmati fasilitas mewah. Evaluasi terhadap tunjangan dan perjalanan dinas menjadi langkah awal yang harus dilakukan DPR untuk menunjukkan empati terhadap rakyat.
Presiden Prabowo telah menyatakan bahwa DPR akan melakukan moratorium terhadap kunjungan kerja ke luar negeri dan mencabut tunjangan yang tidak relevan. Pernyataan ini menjadi angin segar bagi publik, namun implementasinya harus diawasi secara ketat.